Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Syariat Islam (Arab: شريعة إسلامية Kata syara'
secara etimologi berarti jalan-jalan yang bisa di tempuh air", maksud nya
adalah jalan yang di lalui manusia untuk menuju allah.Syariat Islamiyyah)
adalah hukum atau peraturan
Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Islam. Selain berisi hukum,
aturan dan panduan peri kehidupan, syariat Islam juga berisi kunci penyelesaian
seluruh masalah kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Daftar isi
Sumber Hukum Islam
Al-Qur'an
Al-Qur'an
sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir
zaman.[1] Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al
Qur'an disebut juga sebagai sumber pertama atau asas pertama syara'.
Al
Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci
lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Qur'an
dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
Al-Hadist
Hadits
terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, diantaranya adalah:
- Shaheh
- Hasan
- Dhaif (lemah)
- Maudu' (palsu)
Hadits
yang dijadikan acuan hukum hanya hadits dengan derajat shaheh dan hasan,
kemudian hadits dhaif menurut kesepakatan ulama salaf (generasi
terdahulu) selama digunakan untuk memacu gairah beramal (fadhilah amal) masih
diperbolehkan untuk digunakan oleh ummat Islam. Adapun hadist dengan derajat maudu
dan derajat hadist yang di bawahnya wajib ditinggalkan, namun tetap perlu
dipelajari dalam ranah ilmu pengetahuan.
Perbedaan
al-qur'an dan al-Hadist adalah al-qur'an, merupakan kitab suci yang berisikan
kebenaran, hukum hukum dan firman Allah, yang kemudian dibukukan menjadi satu
bundel, untuk seluruh umat manusia. Sedangkan al-hadist, merupakan kumpulan
yang khusus memuat sumber hukum Islam setelah al Qur'an berisikan aturan
pelaksanaan, tata cara ibadah, akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammadf saw. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama ahli fiqih dan ahli hadist dalam memahami
makna di dalam kedua sumber hukum tersebut tapi semua merupakan upaya dalam
mencari kebenaran demi kemaslahatan ummat , namun hanya para ulama mazhab
(ahli fiqih) dengan derajat keilmuan tinggi dan dipercaya ummat yang bisa
memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.
Ijtihad
Ijtihad
adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu putusan hukum Islam, berdasarkan
al Qur'an dan al Hadist. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad wafat sehingga
tidak bisa langsung menanyakan pada dia tentang sesuatu hukum maupun perihal
peribadatan. Namun, ada pula hal-hal ibadah
tidak bisa di ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad, antara lain :
- Ijma', kesepakatan para ulama
- Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
- Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
- 'Urf, kebiasaan
Terkait
dengan susunan tertib syariat, al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara,
maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu,
secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan
rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan
sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat al Qur'an
dalam Surat Al Maidah[2] yang menyatakan bahwa hal-hal yang
tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan
demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya
kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang
disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' (ibadah Mahdhoh) dan perkara yang masuk dalam
kategori Furu' Syara' (Ghoir Mahdhoh).
- Asas Syara' (Mahdhoh)
Yaitu
perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam al Qur'an atau al Hadits.
Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana al Qur'an itu asas pertama Syara`
dan al Hadits itu asas kedua syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam
seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad hingga akhir
zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan
darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang
terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan
keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya,
demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika
keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang
berlaku.
- Furu' Syara' (Ghoir Mahdhoh)
Yaitu
perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam al Quran dan al
Hadist. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan
/ perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaannya. Perkara atau masalah
yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Referensi
1.
^
"...dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui." (Saba' 34:28)
2.
^
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika
kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan
kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyantun." (Al-Maidah 5:101)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar